Sorong, doberainews – Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Barat (MRPB) perwakilan masyarakat adat Kabupaten Raja Ampat menyayangkan sekelompok orang melakukan aksi demo atas nama suku Maya di Kantor Sekretariat Provinsi Papua Barat Daya kemarin, Rabu 7 Juni 2023.
Menurutnya, langkah protes yang dilakukan oleh kelompok tersebut dinilai salah alamat, pasalnya keputusan Panitia Pemilihan di tingkat Provinsi sesuai dengan amanat Pergub nomor 3 Tahun 2023 tentang Tata Cara pembentukan dan jumlah Keanggotaan MRP PBD.
“Percuma demo Panpil Provinsi, kesalahan itu ada Panpil Kabupaten Raja Ampat,”kata Yulianus Thebu,S.Si.,M.Si.,Anggota MRP Papua Barat.
Dipaparkan, keputusan Panitia Pemilihan di-tingkat Provinsi sesuai kriteria penilaian berdasarkan amanat Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2023.
“Kami sudah ingatkan Pansel Raja Ampat bahwa ada sejumlah nama yang bermasalah, seperti kriteria umur, keaslian orang Papua dari suku asli Raja Ampat dan keanggotaan Partai Politik, namun tidak indahkan. Akibatnya, perwakilan adat dari suku Maya tidak ada,”papar mantan Ketua Dewan Adat Suku Ambel Waigeo Raja Ampat ini.
Diuraikan, tahapan rekrutmen di tingkat distrik se kabupaten Raja Ampat berjalan sesuai mekanisme namun parahnya ketika dilakukan proses musyawarah di tingkat Kabupaten.
“Kami lihat Panpil Raja Ampat tidak melakukan verifikasi berkas secara baik sehingga mengabaikan amanat Pergub nomor 3 Tahun 2023. Panpil tidak selektif dan terkesan adanya kolusi antara Panpil dan Panwas dalam meloloskan 10 nama ke Provinsi, padahal harus diatur baik guna mengantisipasi masalah seperti saat ini,”tuturnya.
Sekarang, lanjut Thebu dari 10 nama yang diusung ke Provinsi untuk mengikuti seleksi, yakni Badarudin Mayalibit, Lipnie Dimalow, Yonek Umles, Mesak Mambraku dan Yesaya Mayor. Dan 5 orang keterwakilan unsur perempuan yakni, Ludia Esther Mentansan, Johoria Leitafalas, Frederika Wader, Kartini Ekandem Mansmoor, Sara Kristina Elwod.
Ternyata dari unsur adat dan perempuan diwakili oleh saudara – saudara dari wilayah adat Saireri, sementara 1 nama keterwakilan perempuan berasal dari Suku Maya. Tidak ada keterwakilan adat dari suku Maya. Karena itu, kami mendesak Panpil MRP PBD membuka kembali seleksi khusus kepada adat dan perempuan dari suku Maya. Tujuannya, kata Thebu untuk menjawab asas keadilan bagi seluruh suku – suku asli di Provinsi Papua Barat Daya.
“Yang menjadi pertanyaan serius adalah keterwakilan adat dari Kabupaten Raja Ampat itu diwakili saudara- saudara dari wilayah adat Saireri. Kami harap ada komunikasi yang baik antar Kepala – Kepala Suku di Raja Ampat untuk mencari solusi dalam memecahkan masalah ini,” ucap Thebu.
Disisi lain, untuk mengantisipasi masalah tersebut Dewan Adat Suku Maya secara resmi telah menyurati Penjabat Gubernur Papua Barat Daya melalui surat nomor 058/DAS Maya/VI/ 2023 perihal keberatan terhadap keputusan Pleno Panpil Seleksi MRP PBD.
Dari surat tersebut ada beberapa tuntutan yang disampaikan, salah satunya terkait gugatan hukum. Karena itu, kami harapkan Kesbangpol Provinsi Papua Barat Daya untuk mempertimbangkan hal ini secara bijaksana. Minimal, kata Thebu dibuka seleksi khusus kepada Suku Maya Raja Ampat untuk merekomendasikan perwakilan adat guna mengisi kekosongan keterwakilan suku Maya dalam MRP PBD.
Minimal ada perwakilan dari Suku Maya, sebab jika masalah ini digugat ke PTUN, maka kemungkinan kuat semua gugur dan tidak ada perwakilan adat dari Kabupaten Raja Ampat,”harapnya.