Jakarta, doberainews– Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pada Selasa (4/2/2025) terkait laporan yang diajukan oleh Abdul Faris Umlati (AFU) terhadap pimpinan Bawaslu Papua Barat Daya. AFU diwakili oleh tim kuasa hukumnya yang terdiri dari Dr. Benediktus Jombang, SH., MH., Muhammad Rizal, SH., MH., Kariadi SH., MH., Yohannes Akwan, SH., MAP., CLA, serta Agustinus Jehamin, SH.
Dalam sidang tersebut, Yohannes Akwan, SH., MAP., CLA, salah satu kuasa hukum AFU, menyoroti adanya pelanggaran prosedural yang dilakukan oleh Bawaslu Papua Barat Daya (PBD) dalam menangani dugaan pelanggaran administrasi yang dituduhkan kepada kliennya. Menurutnya, Bawaslu PBD yang dipimpin oleh Farli Sampe Toding Rego telah bertindak di luar prosedur dengan mengeluarkan surat rekomendasi Nomor 554/PM.01.01/K.PBD/10/2024 tanggal 28 Oktober 2023, yang kemudian diubah melalui surat Nomor 558/PM.00.01/K.KPBD/10/2024 tanggal 30 Oktober 2024.
“Perubahan rekomendasi ini menunjukkan adanya ketidaktertiban dalam tata kelola administrasi di Bawaslu PBD. Rekomendasi tersebut menjadi dasar bagi KPU PBD untuk mendiskualifikasi AFU sebagai calon gubernur melalui Keputusan KPU Nomor 105. Keputusan ini sendiri hanya ditandatangani oleh tiga komisioner, yakni Andarias Daniel Kambu, Jefri Obeth Kambu, dan Alexander Duwit, sementara dua komisioner lainnya, Fatmawati dan Muhammad Gandhi, tidak turut menandatangani, yang menunjukkan adanya perpecahan internal di tubuh KPU,” tegas Yohannes Akwan.
Lebih lanjut, dalam persidangan DKPP, majelis hakim menilai bahwa perubahan rekomendasi yang dilakukan oleh Bawaslu PBD merupakan bentuk kelalaian yang mencerminkan buruknya mekanisme tata dinas di lembaga tersebut. Ketika diminta menunjukkan berita acara terkait dikeluarkannya surat rekomendasi tersebut, kelima pimpinan Bawaslu PBD tidak dapat memberikan dokumen yang dimaksud. Hakim pun mempertanyakan apakah surat rekomendasi tersebut telah disepakati oleh seluruh pimpinan Bawaslu PBD, namun tidak ada satu pun dari mereka yang memberikan jawaban, yang semakin memperkuat indikasi adanya cacat administrasi dalam proses tersebut.
“Dari diamnya para pimpinan Bawaslu PBD ketika hakim menanyakan apakah semua sepakat dengan keluarnya rekomendasi tersebut, bisa kami simpulkan bahwa ada unsur politis di balik keluarnya surat tersebut, karena rupanya bisa saja ada dissenting opinion sebelum rekomendasi tersebut keluar. Nyatanya mereka tidak mengajukan berita acara ketika rekomendasi ini dibuat. Ini yang diminta oleh pemeriksa perkara di sidang DKPP tadi, dan ini semakin membuktikan kecurigaan kami akan adanya upaya yang begitu sistematis dalam konspirasi ini,” tegas Yohannes Akwan.
Diketahui, surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu PBD menjadi dasar bagi KPU untuk mendiskualifikasi AFU sebagai calon gubernur Papua Barat Daya. Namun, Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 1 P/PAP/2024 tanggal 19 November 2024 telah membatalkan keputusan KPU tersebut dan memerintahkan agar AFU kembali ditetapkan sebagai calon gubernur.
Sidang DKPP ini diharapkan dapat mengungkap lebih jauh dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh Bawaslu PBD serta memberikan kepastian hukum terhadap proses pencalonan AFU dalam Pilgub Papua Barat Daya. (rls)