Jelang Tutup Buku 2025: Legislator Soroti TAPD Atas Lambatnya Serapan Anggaran Pemprov Papua Barat

Jelang Tutup Buku 2025: Legislator Soroti TAPD Atas Lambatnya Serapan Anggaran Pemprov Papua Barat

Manokwari, doberainews – Anggota DPR Papua Barat menyoroti lambannya penyerapan anggaran Pemerintah Provinsi Papua Barat menjelang akhir tahun anggaran 2025. Dengan sisa waktu sekitar 40 hari sebelum tutup buku pada 31 Desember, realisasi anggaran daerah baru mencapai 55 persen.

Sejumlah legislator mempertanyakan penyebab tertundanya pelaksanaan kontrak-kontrak fisik, termasuk proyek Dana Alokasi Khusus (DAK) yang hingga kini belum berjalan optimal.

“Saya juga tidak tahu kenapa kontrak-kontrak fisik, termasuk DAK induk, sampai sekarang belum berjalan. Bisa jadi kegiatannya sudah dimulai, tetapi realisasi anggarannya belum. Banyak kontraktor datang menyampaikan bahwa tahapan pembayaran masih tertunda,” ujar Aloysius Siep anggota DPR Papua Barat kepada media ini, Jumat (22/11/2025).

Ia menegaskan, kondisi tersebut menjadi salah satu faktor rendahnya serapan anggaran. Karena itu, ia meminta Gubernur Papua Barat memerintahkan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mempercepat proses realisasi.

“Waktu kita tinggal satu bulan. Apalagi di pekerjaan fisik, masyarakat akan memasuki libur Natal, tetapi justru pekerjaan baru mulai. Jangan sampai di akhir tahun muncul Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang besar,” kata Aloysius.

Legislator mengingatkan bahwa Papua Barat sangat bergantung pada transfer pusat. Jika anggaran yang sudah dialokasikan tidak terserap, pemerintah pusat dapat mengevaluasi dan menilai daerah tidak mampu mengelola fiskal secara efektif.

“Berdasarkan aspirasi masyarakat, anggaran ini harus direalisasikan agar perputaran ekonomi tetap berjalan. Kalau tidak mampu, pasti akan dievaluasi,” tegasnya.

Sementara itu, Verry Auparay menambahkan bahwa saran DPR Papua Barat seharusnya dipandang sebagai masukan konstruktif untuk memperbaiki kinerja anggaran TAPD, bukan dianggap sebagai kritik politis.

“Jangan TAPD beranggapan bahwa suara DPR karena kepentingan tertentu. Kalau melihat potret keuangan Papua Barat, pemotongan TKD (efisiensi) dan pemekaran DOB membuat asumsi anggaran kita berkurang. Kalau sisa anggaran ini tidak terserap, pusat bisa tarik kembali dana itu. Ruginya masyarakat,” ujar Verry.

Menurutnya, dana yang tidak terserap hanya akan mengendap di Kas Daerah (Kasda), sementara banyak masyarakat Papua, terutama di wilayah 3T, masih hidup dalam kemiskinan.

“Jangan parkir anggaran di bank untuk mengejar bunga atau SiLPA. Banyak orang butuh uang untuk makan,” tandasnya.

Anggota DPR Papua Barat ini mendorong pemerintah daerah, DPR, bersama Forkompinda dan Majelis Rakyat Papua (MRP) duduk bersama mencari solusi percepatan belanja daerah. Ia menilai pembentukan SiLPA yang terus berulang setiap tahun mencerminkan kualitas tata kelola anggaran yang buruk.

“Jangan lagi terjadi SiLPA dari tahun ke tahun. Ini potret keuangan yang sangat buruk. Pemerintah harus segera membelanjakan anggaran dan mencari solusi,” pungkasnya. (red/dn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *