Manokwari, doberainews – Terletak di sudut Kota Manokwari, tepatnya di komplek Zona Papua Wosi Lembaga Hijau, berdiri megah bangunan Gedung Gereja Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI).
Hal yang paling menarik untuk ditelisik ialah model arsitektur tampak depan bangunan menara seperti gereja katedral di Eropa.
Uniknya, Manokwari memiliki pabrik Semen Conch dengan harga yang terbilang murah, namun dinding bangunannya 100 persen terbuat dari Kayu Merbau (Kayu Besi dalam Bahas Lokal). Plafonnya menggunakan Kayu Damar (Agathis Dammara) sementara lantainya dari Marmer. Sedangkan Perabot Mimbar, Kursi dan Meja semuanya dari Kayu Merbau.
Ukuran bangunan Gedung Gereja seluas 14 × 27 meter yang dibangun diatas tanah seluas 500 meter persegi, dilengkapi pagar yang berdiri mengelilingi halaman gedung Gereja dengan dinding pagar menggunakan Kayu Merbau.
Media ini berupaya menelusuri lebih jauh terkait alasan jemaat memilih Kayu Merbau, ketimbang menggunakan beton dan semen yang murah dan mudah diperoleh.
Ketua Panitia Pembangunan Gereja GPKAI Apollos Zona Papua, Bernad Indouw mengatakan Gereja GPKAI Apollos Zona Papua mulai peletakan Batu Pertama Tahun 2015 silam dan proses pengerjaan pada 2017 hingga kini telah mencapai 95 persen penyelesaian.
“Sisa pagar dan bangunan konsistori yang akan diselesaikan. Kita target tepat pada HUT Jemaat pada Agustus 2024 akan diresmikan,”jelas Bernad.
Dipaparkan alasan gereja dibangun menggunakan kayu Merbau karena Manokwari dikenal kaya dengan hasil hutan terutama kayu, rotan dan buah – buahan serta berbagi jenis marga satwa. Namun kekayaan itu belum digunakan sepenuhnya untuk memuliakan nama Tuhan Yesus, sehingga jemaat memilih menggunakan Kayu Merbau sebagai bahan dasar pembangunan gedung gereja.
“Kayu Merbau ini hampir sebagian besar diperoleh dari hutan Manokwari. Dari Kepala Air Wosi, kayu – kayu Merbau ini diambil,”ungkap Bernad.
Indouw membeberkan Kayu Merbau merupakan sumbangan jemaat. Hanya biaya pengolahan yang cukup mahal sehingga berdampak terhadap biaya pembangunan secara keseluruhan.
“Dari bangunan menara Depan, fondasi, dinding, motif dinding, kaca, hingga atap bangunan, instalasi listrik, pembangunan ruangan konsistori, pengadaan Kursi, Meja, Mimbar hingga Pagar dan halaman gedung gereja diperkirakan telah menelan anggaran sekitar 3 miliar,”ungkap Bernad.
“Ini persembahan jemaat untuk kemuliaan nama Tuhan, jadi walaupun kedengaran mahal, tapi jemaat sudah komit untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan,”sambungnya.
Bernad mengakui pembangunan gedung gereja tersebut sebagian besar merupakan kontribusi jemaat, dan sumbangan keluarga Daud Indouw. “Mulai dari tanah, pohon kayu, pengelolaan kayu di stand, hingga pembiayaan tukang, merupakan kontribusi dari jemaat dan sumbangan keluarga Daud Indouw,”ujarnya.
“Kami sampaikan terima kasih kepada jemaat dan keluarga Daud Indouw yang telah mendukung pembangunan gedung gereja ini. Kami berharap pada Agustus 2024, sudah bisa diresmikan,”sebutnya.
Selain itu, Bernad menambahkan Panitia juga telah mendapat beberapa sumbangan dari para donatur yang peduli pembangunan gedung gereja.
Donatur pertama dari Kepala Suku Besar Arfak Drs. Dominggus Mandacan sebesar 50 juta Rupiah. Donatur kedua dari Pdt. Zhakeus Mayor senilai Rp. 105 juta rupiah. Donatur ketiga dari Kepala Bank BI Kantor Perwakilan Wilayah Provinsi Papua Barat senilai Rp. 200 juta.
Dan donatur keempat dari Pemda Pegaf senilai Rp. 500 juta untuk pembangunan halaman dan pagar Gereja. Sumbangan itu diberikan kepada para tokoh yang berjasa memperjuangkan Pemekaran Kabupaten Pegunungan Arfak, sehingga diberikan dalam bentuk hibah kepada masyarakat melalui pembangunan gedung gereja.
“Bantuan dari Pemda baru diberikan Tahun kemarin ketika proses pekerjaan sudah selesai mencapai 90 persen. Tapi pembangunan awalnya merupakan sumbangan murni dari Jemaat Appolos Zona Papua,”tutur Bernad.
Selanjutnya, Tokoh Pemuda Gereja GPKAI ini meminta sesama Jemaat GPKAI di Kabupaten Manokwari untuk tidak menaruh harapan kepada pemerintah saat merencanakan pembangunan gedung gereja baru.
Menurutnya, jemaat harus swadaya membangun rumah Tuhan, agar pembangunan gedung gereja tidak membebankan APBD daerah yang menghambat berbagai program – program kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat.
“Kami harap, pembangunan gedung gereja di Manokwari jangan tergantung kepada proposal dari Pemerintah, tetapi jemaat harus mandiri untuk membangun. Jangan bangun gedung gereja baru cari umat, tapi siapkan umat yang akan membangun gedung gereja dengan iman dan pengharapan,”tukas Bernad.
Redaksi!