Manokwari, doberainews – Polda Papua Barat diminta libatkan MRPB, MRP PBD Dan Para Bupati se Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk menerima 2000 Kuota Casis Bintara dan Tamtama Polri TA 2024. Sebab kuota 1000 Casis Bintara Polri yang dibuka tidak cukup mengakomodir jumlah pelamar di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
Wakil Ketua I MRP Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren mengusulkan agar Polda Papua Barat membangun komunikasi dengan Pemprov dan para Bupati di setiap Kabupaten/ kota Se Provinsi Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk mencari solusi dalam menjawab tantangan dan masalah tenaga kerja di daerah melalui seleksi Bintara dan Tamtama Polri Tahun 2024.
Menurutnya, kuota 1000 orang Casis Bintara dan Tamtama Polri yang bakal direkrut Polda Papua Barat perlu direview kembali agar jumlah itu ditingkatkan ke 2000 kuota sehingga menjawab kebutuhan dua Provinsi di Kepala Burung Pulau Papua ini.
“Saya berharap Pemerintah Provinsi dan Polda Papua Barat fasilitasi kita MRPB, MRPB PBD dan Para Bupati se Kabupaten/Kota di Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk mencari solusi dalam menjawab kebutuhan penerimaan seleksi Bintara dan Tamtama Polri tahun Anggaran 2024,”kata Maxsi Ahoren kepada media ini melalui via seluler, Rabu (1/5/2024).
Dijelaskan Papua Barat dan Papua Barat Daya sudah dibagi menjadi dua provinsi otonom sehingga jumlah kuota Bintara dan Tamtama harus ditingkatkan ke 2000 kuota sehingga mampu menjawab kebutuhan daerah.
Disisi lain, dengan jumlah itu akan mampu menjawab tantangan kebutuhan pencaker di daerah yang setiap tahun bertambah. “Saya harap para bupati dan walikota juga koperatif merespon seleksi Bintara dan Tamtama Polri TA 2024. Ini juga menjawab masalah tenaga kerja di daerah,”ujarnya.
“Mari kita cari solusi bersama, kita dukung dengan anggaran Otsus dari masing – masing daerah sehingga mampu menjawab jumlah 2000 kuota. Sebab animo pendaftar sudah lebih dari 300 – 500 orang per Kabupaten/kota di Papua Barat dan Papua Barat Daya sementara jumlah kuota terbatas, hanya 1000 orang,”sambungnya.
Disisi lain, Wakil Ketua I MRP Papua Barat ini juga meminta Polda Papua Barat membuka ruang kepada MRP Papua Barat dan MRP PBD untuk memberikan masukan dan pertimbangan terhadap keaslian orang Papua dari setiap Kabupaten/Kota di Papua Barat dan Papua Barat Daya.
“Kami harap Polda harus selektif, minimal libatkan MRP PB dan PBD untuk sama – sama kita verifikasi keaslian OAP, terutama kita prioritaskan anak – anak adat dari masing – masing daerah di Papua Barat dan Papua Barat Daya sehingga keterwakilan anak – anak adat dari semua Kabupaten se Papua Barat dan Papua Barat Daya terakomodir. Ketika belum terpenuhi baru kita akomodir OAP pada umumnya, setelah itu anak – anak peranakan dan Non OAP yang lahir besar di Papua”tuturnya.
Maxsi menambahkan saat ini MRP Papua Barat telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) MRPB yang bertugas melakukan pengawasan internal keberpihakan terhadap OAP dalam seleksi Tamtama dan Bintara Polri, Polda Papua Barat TA 2024.
Dengan tim itu, diharapkan dapat membantu polri dalam melakukan verifikasi kelengkapan administrasi berkas para casis Bintara dan tamtama polri Polda Papua Barat TA 2024 terutama dalam rangka memproteksi OAP berdasarkan Amanat UU Otsus.
“Kita bagi 70 Persen untuk OAP bermarga Papua, 20 Persen untuk OAP berdarah Papua atau Peranakan Papua (Mama Papua) dan 10 Persen untuk Non OAP lahir besar Papua,”jelas Maxsi.
Maxsi juga meminta Polda dan Pemda Kabupaten se Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk mencari solusi mengatasi para pelamar yang akan mengikuti rangkaian tes di Papua Barat. Dijelaskan perlu dicari Wisma atau Mess untuk menampung para pelamar dari kabupaten/kota yang telah mengikuti rangkaian seleksi di Kota Manokwari.
“Bagian ini kalau tidak dilihat baik, akan menjadi masalah di kemudian hari, karena itu saya harap Pemda Kabupaten/Kota untuk mencari solusi,”harapnya.
Terakhir Mantan Ketua MRP Papua Barat ini meminta Tim Seleksi Bintara dan Tamtama Polri Polda Papua Barat TA 2024 untuk memberikan prioritas dengan menurunkan passing grade sehingga tidak mempersulit anak – anak Papua yang mendaftar.
“Terutama dalam Rikkes I dan Rikkes II agar memberikan ruang bagi putra – putra OAP yang mendaftar. Kalau hanya penyakit biasa, diakomodir saja, kecuali yang fatal,”harapnya.
Redaksi