Manokwari,doberainews – Pimpinan Sementara MRPB akan menyurati Gubernur Papua Barat terkait adanya dugaan unprosedural berpotensi maladministrasi yang diduga menghambat proses pengajuan usulan pimpinan definitif MRPB kepada Mendagri.
Ketua Sementara MRPB, Maxsi Ahoren mengaku sejak dilakukan pleno pemilihan unsur pimpinan definitif MRPB pada 30 November 2023 lalu hingga saat ini belum dilanjutkan kepada Mendagri melalui Gubernur karena dinilai adanya tindakan unprosedural yang berpotensi terhadap maladministrasi dalam lembaga MRPB.
Maxsi menerangkan lazimnya dalam lembaga MRPB, SK unsur pimpinan definitif akan dibacakan saat MRPB menggelar Sidang Istimewa dengan agenda pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Unsur Pimpinan MRPB.
Dengan dibacakannya SK tersebut, maka dengan sendirinya masa tugas pimpinan sementara MRP berakhir dan digantikan dengan pimpinan definitif MRPB. Namun setelah pleno pemilihan digelar, kewenangan Pimpinan Sementara MRPB seperti dicabut sehingga Pimpinan Sementara tidak ikut mengawal hasil pleno hingga pelantikan.
Maxsi mengungkap hal tersebut berbeda dengan MRPB periode 2017 – 2022. Dimana Pimpinan Sementara baru mengakhiri masa tugasnya setelah dilakukan sidang Istimewa MRP dengan agenda pelantikan dan sumpah janji jabatan pimpinan MRPB.
“Waktu itu, sekitar enam bulan pengusulannya, dan dalam masa itu, pimpinan sementara diberikan kewenangan untuk mengawal hingga pelantikan. Dalam sidang itu, baru dibacakan keputusan SK unsur pimpinan definitif MRPB dan proses pelantikan dilakukan Mendagri melalui Gubernur. Namun saat ini berbeda, karena Seklis sepertinya mengambil ahli kewenangan itu,”tutur Maxsi.
“Jadi sampai saat ini kami pimpinan sementara MRPB belum tandatangan berita acara dan putusan – putusan pleno. Hal inilah yang berdampak pada belum dilakukan pengusulan kepada Mendagri melalui Gubernur,” sambungnya.
Menghindari dampak maladministrasi, Ketua Sementara MRPB akan menyurati Gubernur Papua Barat untuk meminta penelaahan atas tindakan unprosedural yang diduga berdampak terhadap dugaan maladministrasi dalam lembaga MRP Papua Barat.
“Kami, akan menyurati Gubernur Papua Barat melalui Biro Hukum dan Kesbangpol untuk menalaah masalah ini, sehingga pimpinan sementara dapat aktif berkerja kembali hingga proses pelantikan unsur pimpinan definitif MRPB,” Kata Maxsi Ahoren, saat diwawancarai Media ini, Minggu (17/12/2023).
Wakil Ketua I Pimpinan Sementara, Ismael Watora, SH., mengakui MRP Papua Barat telah melakukan pleno pemilihan unsur Pimpinan MRPB Definitif Periode 2023 – 2028 pada 30 November 2023 lalu di Swiss-belhotel Manokwari.
Namun setelah pleno pemilihan, Sekretaris MRPB disebut secara diam – diam membuat berita acara dan SK pemilihan, diberikan kepada Wakil Ketua II Pimpinan Sementara MRPB tanpa diketahui Ketua dan Wakil Ketua I.
Parahnya lagi, kata Watora kewenangan Pimpinan Sementara dicabut, padahal seharusnya unsur pimpinan sementara berkewenangan mengawal hasil pleno, hingga mengajukan kepada Mendagri melalui Gubernur untuk dilantik dalam Sidang Istimewa MRPB.
“Kita Pimpinan Sementara diberikan SK tugas mempersiapkan mekanisme pemilihan hingga pembacaan SK unsur pimpinan MRPB dalam Sidang Istimewa. Lazimnya, pimpinan sementara akan menyerahkan Palu Sidang saat pembacaan SK dalam Sidang Istimewa MRP kepada unsur pimpinan definitif. Namun, adanya proses penelaahan yang keliru dari Tata Tertib MRPB sehingga terjadi tindakan unprosedural yang berpotensi berdampak terhadap tindakan maladministratif.
Dijelaskan, dalam Pasal 18 ayat 6 yang menyebutkan bahwa Masa jabatan pimpinan sementara paling lama 60 hari, atau berakhir pada tanggal dibacakannya keputusan hasil pemilihan pimpinan tetap.
“Ayat tersebut ditafsir secara keliru. Mereka pikir setelah pleno pemilihan definitif maka masa tugas pimpinan sementara berakhir padahal kewenangan pimpinan sementara sampai pada Sidang Istimewa MRP dengan agenda pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan unsur pimpinan definitif MRPB periode 2023 – 2028. Dengan begitu, barulah masa tugas pimpinan sementara MRPB berakhir,”beber Watora.
Watora menambahkan, tidak ada badan ad hock yang dibentuk oleh Pimpinan Sementara untuk mengawal proses hinggga pelantikan.
“Anggota MRP memiliki hak dipilih dan memilih sebagai unsur pimpinan dengan mekanisme diajukan 3 orang dari masing – masing Pokja. Setiap anggota miliki hak untuk dipilih dan memilih calon ketua, tanpa mengurangi atau membatasi diri kita sebagai unsur pimpinan sementara. Sehingga status kita tetap menjadi pimpinan sementara tanpa digantikan oleh badan ad-hoc atau seklis MRP,”tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua II Pimpinan Sementara MRPB, Marthina Sawi mengakui bahwa dirinya didesak untuk menandatangani berita acara pemilihan secara sepihak oleh seklis dengan alasan perintah Gubernur.
Marthina lalu menarik tanda tangan dan meminta Seklis MRP untuk membatalkan surat tersebut, lalu mereview kembali 8 salinan berita acara yang telah ditandatanganinya agar tidak berdampak terhadap masalah hukum. (Red/DN)