Tahun Politik, Musim Penyematan Gelar Anak Adat, MRP Diingatkan Selektif Saat Verifikasi Berkas Cakada

Tahun Politik, Musim Penyematan Gelar Anak Adat, MRP Diingatkan Selektif Saat Verifikasi Berkas Cakada

Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Ambel Raja Ampat, Yulianus Thebu,S.Si., M. Si

Sorong, doberainews – Tokoh Adat Raja Ampat, Yulianus Thebu,S.Si.,M.Si mengingatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk selektif terhadap bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur pada 6 Provinsi di Tanah Papua.

“Kami harap, MRP di 6 Provinsi di Tanah Papua, baik Provinsi Papua, Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Tengah, Papua Pengunungan, dan Papua Selatan untuk selektif. Lakukan verifikasi administrasi, dan faktual terhadap berkas bakal calon. Cek sampai di kampung mana, marga mana, dan asal usul leluhur dari mana sehingga tidak lakukan kesalahan terhadap generasi, marwah adat dan Tanah Papua,”kata Yulianus Thebu, Ketua LMA Ambel Raja Ampat.

Dijelaskan menjelang tahun politik 2024, banyak pihak mencari peluang untuk bisa mendapatkan tiket calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan menggunakan gelar anak adat.

Dipaparkan, dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, atau perubahannya, UU Nomor 2 Tahun 2021, pasal 1 huruf T secara jelas menyebut bahwa orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku – sukun asli di Papua/ dan atau orang yang diterima dan diakui oleh masyarakat adat Papua. Sedangkan dalam pasal 12 ayat 1, menyebut bahwa Calon Gubernur adalah Orang asli Papua.

Ketentuan ini memberikan hak kepada orang asli Papua, anak – anak adat untuk menjadi Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, di Tanah Papua. Namun adanya frasa “Dan atau orang lain yang diakui dan diterima oleh masyarakat adat Papua”. Frasa ini menimbulkan tafsir bahwa jika orang lain sehingga para politikus memanfaatkan frasa tersebut dengan mencari gelar anak adat/anak angkat adat agar mendapat tiket untuk mencalonkan diri.

“Karena itu, saya minta kita semua orang asli Papua harus sadar, baik itu lembaga adat suku, kepala Keret atau kepala marga untuk tidak melecehkan marwah adat dengan mengakui/mengangkat orang lain (non Papua) sebagai anak angkat adat  untuk tujuan – tujuan politik,”tegasnya.

Mantan Anggota MRP Papua Barat ini menjelaskan, kebudayaan suku – suku di tanah Papua mengenal tradisi anak angkat, anak adopsi, anak piara, budak yang dibeli, pemberian anak sebagai ganti emas kawin, pemberian anak karena denda adat, dan sebagainya. Namun, kata dia, tradisi itu dilakukan untuk kemanusiaan, bukan dilakukan untuk tujuan politik.

Karana itu, ia mengingatkan lembaga – lembaga adat suku, keret dan marga untuk tidak melecehkan marwah adat dengan menyematkan anak adat kepada orang non Papua untuk tujuan politik.

“Kalau pengakuan itu karena adanya hubungan kekeluargaan, persaudaraan dan genealogis yang sudah terbangun cukup lama, terus didasarkan atas dasar tujuan kemanusiaan, dan hak ulayat yang berkaitan dengan tanah dan marga, maka boleh saja. Yang tidak boleh, kalau penyematan gelar anak adat berkaitan dengan hak politik, untuk kepentingan mencalonkan diri dalam Cawagub atau Cawagub di Papua,”tegasnya.

Yulianus juga meminta kepada orang non Papua untuk tidak berambisi, menggunakan akal licik untuk merampas hak politik orang asli Papua dengan memanfaatkan lembaga adat, suku, marga dan keret tertentu untuk mendapat tiket Cagub, Cawagub, Cabub dan Cawabub dengan memanfaatkan gelar anak adat.

“Saya ingatkan saudara – saudaraku non Papua untuk tolong, kita hargai hak – hak politik orang asli Papua. Kalian sudah dapatkan yang lain, membangun usaha, ekonomi dan bekerja di tanah Papua jadi janganlah ingin berambisi lagi untuk menguasai hak politik orang Papua,” tegas Thebu lagi.

Thebu juga menyindir dalil yang digunakan bahwa mereka (Non Papua – red) berjasa bangun orang Papua atau Tanah Papua. Menurutnya, para tokoh – tokoh penginjil, penyebar agama sangat berjasa bagi tanah Papua, namun mereka tidak berambisi untuk menguasai orang Papua dengan merampas hak – hak politik orang asli Papua.

“Coba kita lihat cerita para penginjil duhulu, Carl Willian Ottow dan John Gotlob Geissler, Isak Samuel Kijne, Van Hasselt dan sebagainya. Mereka adalah tokoh – tokoh yang berjasa bangun orang Papua, bangun peradaban orang Papua, tapi mereka tidak pernah bermimpi untuk menguasai orang Papua atau merampas hak- hak politik orang Papua,”tutur dia.

Karena itu, saya harapkan mari kita saling menghargai, dengan memberikan  kesempatan kepada anak – anak asli Papua menjadi tuan di negeri mereka sendiri.

Thebu mengakui kehadiran non Papua di Tanah Papua telah berkontribusi terhadap kemajuan dan perekonomian masyarakat di Papua.

“Kehadiran saudara – saudara non Papua telah berkontribusi besar terhadap peningkatan ekonomi di Papua. Karena itu, mari kita saling menghargai dengan hidup rukun dan damai, dengan tidak merampas hak politik orang Papua,”tukas dia. (red/dn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *