Mantan Anggota MRP Harap Suku Nusantara Tak Munculkan Figur Cakada, Tolong Hargai Hak Politik OAP Di PBD

Mantan Anggota MRP Harap Suku Nusantara Tak Munculkan Figur Cakada, Tolong Hargai Hak Politik OAP Di PBD

Ketua LMA Ambel Waigeo Raja Ampat, Yulianus Thebu, S. Si., M. Si

Sorong, doberainews – Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati dan Walikota, Wakil Walikota bakal di gelar secara serentak pada Oktober 2024 mendatang.

Muncul berbagai wacana  tentang  figur – figur para calon Kepala Daerah (KADA) gubernur dan wakil gubernur, dan bupati, walikota yang akan berlaga dalam kontestasi Pilkada baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat Daya.

Mantan Anggota MRP Papua Barat, Yulianus Thebu,S.Si., M. Si mengingatkan semua pihak untuk memperhatikan UU nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua (Papua Barat, Papua Barat Daya, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan). Menurutnya, UU Otsus harus menjadi asas lex spesialis yang mesti diperhatikan semua pihak dalam membangun  Tanah Papua.

“Sebagai mantan anggota MRP, saya ingatkan semua pihak terutama partai – partai politik untuk memperhatikan amanat UU Otsus. Jangan sampai kita lalai, karena itu roh pembangunan di Tanah Papua,” Kata Mantan Anggota MRP Papua Barat Yulianus Thebu yang juga sebagai Ketua LMA Ambel Waigeo Raja Ampat.

Atas dasar UU tersebut, Ia meminta warga non Papua yang berdomisili di Provinsi Papua Barat Daya untuk tidak memiliki ambisi untuk mengusasai Tanah Papua dengan memunculkan calon – calon figur kepala daerah, baik gubernur,  wakil gubernur maupun bupati dan walikota.

“Saya tidak membatasi hak politik saudara – saudara suku nusantara di Papua Barat Daya untuk mau calonkan diri sebagai Cagub, Cawagub maupun Cabup dan calwali. Namun dalam konteks Otsus, mari kita menghargai hak – hak orang asli Papua (OAP). Saya harap mari kita hargai saudara – saudara pemilik Tanah Papua, dengan memberikan kesempatan kepada mereka untuk berkarya menjadi pemimpin di daerah mereka, baik gubernur, wakil gubernur maupun bupati dan walikota,”ujarnya.

Sebagai mantan anggota MRP, saya berkewajiban untuk bersuara dalam menjaga marwah dan roh Otsus sebagai spirit pembangunan di Tanah Papua agar tidak ada kecemburuan dari masyarakat Papua yang berdampak terhadap konflik sosial di antara sesama kita,”sambungnya.

Dijelaskan, dalam PP 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua secara jelas memberikan mandat kepada MRP untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Orang asli Papua.

“Kewenangan MRP itu jelas dalam PP 54 Tahun 2004. MRP akan berikan pertimbangan dan Persetujuan terhadap keaslian Orang Asli Papua dari setiap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur. MRP akan lakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual melalui sumpah Adat terhadap bakal calon, terhadap keaslian dari suku mana, wilayah adat dimana dari setiap bakal calon gubernur dan wakil Gubernur orang asli Papua, sehingga calon yang diusulkan benar – benar adalah orang asli Papua,”bebernya.

Selain calon gubernur dan calon wakil gubernur, mantan Anggota MRP Papua Barat ini juga mengingatkan Partai Politik untuk memperhatikan bakal calon bupati, wakil bupati dan walikota dan wakil walikota di Provinsi Papua Barat Daya.

Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa Tanah Papua dilabeli daerah Otsus, yang artinya bahwa UU atau aturan umum harus tunduk kepada UU atau aturan khusus (Lex specialis derogat legi generali)  maka semua kebijakan dan pelaksanaan UU General di Tanah Papua, wajib hukumnya tunduk kepada UU spesialis sama seperti Provinsi Nanggoro Aceh Darusalam dan Provinsi Daerah Istimewa Jogjakarta.

Semua pelaksana UU yang berlaku di  Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Tanah Papua wajib mengimplementasikan amanat UU Otsus yakni melindungi, memberdayakan dan memprioritskan Orang asli Papua dalam segala aspek pembangunan termasuk dalam politik dan Pemerintahan.

“Walaupun dalam pasal 28 UU Otsus, tidak secara jelas menyebut terkait calon bupati dan calon wakil bupati maupun calon walikota dan Calon Wakil walikota tapi secara tersirat wajib hukumnya memprioritaskan orang asli Papua sebagai calon bupati dan calon Walikota. Karena Perubahan UU Nomor 21 Tahun 2001 melalui UU nomor 2 Tahun 2021 memberikan legitimasi kepada Kabupaten/Kota untuk mengelola anggaran Otsus, sehingga secara otomatis, calon Bupati dan Walikota harus orang asli Papua,”jelasnya.

Lebih lanjut, diakui Thebu bahwa kepemimpinan Orang Papua sebagai gubernur, wakil gubernur, bupati dan walikota akan menjadi model positif yang menggerakan pembangunan tanah Papua.

“Salah satu masalah krusial di Papua adalah hak ulayat. Pembangunan infrastruktur jalan, jembatan kadang terhambat dengan masalah hak ulayat, karena itu kita butuh anak asli Papua dari wilayah setempat untuk berkomunikasi dengan masyarakat adat dalam menyelesaikan masalah – masalah tersebut. Sebab dia (Kepala Daerah Orang asli Papua -red) akan menggunakan komunikasi adat kebudayaan mereka untuk bersosialisasi dengan warganya dalam menyelesaikan masalah – masalah sosial tersebut,”bebernya.

Diungkapkan, salah satu masalah yang nampak kata dia, adalah pembangunan jalan lingkar Waigeo yang mandek akibat masalah hak ulayat.
“Jangan sampai masalah palang memalang dan tuntutan hak ulayat menghambat pembangunan Papua Barat Daya. Seperti yang terjadi pada pembangunan jalan lingkar Waigeo. Karena itu, saya ajak mari kita berikan kesempatan kepada anak – anak asli Papua, bila perlu dari suku – suku asli setempat untuk maju dan berkarya di daerah mereka sebagai Gubernur, wakil Gubernur, Bupati dan Walikota,”sebutnya.

Thebu tidak menampik eksistensi suku – suku Nusantara dalam berkontribusi bagi pembangunan Papua Barat Daya. “Saya berterimakasih dan akui, kehadiran dari suku – suku nusantara di Provinsi Papua Barat Daya, terutama suku – suku dari Jawa, Madura, Sumatra, Maluku dan Bugis Makasar. Mereka punya kontribusi yang cukup besar dalam membangun Provinsi Barat Daya, membangun Kota Sorong. Sebagai anak adat, kami sangat apresiasi dan berterima kasih atas kontribusi itu. Namun, sebagai saudara sesama anak – anak adat, kita saling menghargai dalam konteks tertentu seperti hak politik menjadi Gubernur, wakil Gubernur, Bupati dan Walikota, “tuturnya.

“Saudara – saudara bisa, tapi mungkin sebagai Calon Wakil Bupati atau calon wakil Walikota, dan mungkin sebagai calon anggota DPRD. Kalau Gubernur dan Wakil Gubernur, tolong berikan kesempatan kepada Orang asli Papua sesuai dengan amanat UU nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua,” tukasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *