Manokwari, doberainews – Masyarakat yang mengklaim diri sebagai pemilik hak Ulayat melakukan aksi pemalangan di Pasar Wosi Manokwari, mulai dari jalan Pasir hingga ke beringin Taman Ria Wosi. Akibat pemalangan tersebut, aktivitas pedagang dalam pasar terpaksa dialihkan ke emperan emperan pertokoan di sepanjang jalan Trikora Wosi Manokwari, Rabu (4/10/2023).
Dari keterangan yang berhasil dihimpun, Pemilik hak Ulayat menagih janji Pemerintah daerah untuk membayar ganti rugi area Pasar Wosi yang ditunggakan sekitar 36 tahun.
Dalam Baliho tuntutan yang dipasang, masyarakat mendesak Pemerintah membangun 50 unit rumah permanen voleme 56 Meter x 50 meter atau 2800 meter, yang difasilitasi listrik dari PLN, air bersih, serta pagar tembok keliling kuburan lelehur jalan pasir.
Material bangunan ini wujud nominal dalam bentuk uang tunai senilai 120 miliar. Pemilik hak ulayat mendesak Pemerintah Kabupaten Manokwari segera melunasi pembayaran ganti rugi lahan tersebut.
Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor menyesalkan aksi pemalangan yang dilakukan oleh pemilik hak ulayat atas areal publik Pasar Wosi.
Menurutnya, aksi tersebut sangat mengganggu aktivitas para pedagang baik pedagang kaki lima maupun para pedagang tradisional yang hendak menjual hasil pertanian di Pasar Wosi. Karena itu, ia mendesak pemerintah daerah Kabupaten Manokwari untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Dengan kejadian hari ini, harus disikapi pemerintah untuk diselesaikan. Pemalangan ini sangat menggangu ketertibaan masyarakat dan merugikan banyak orang di Manokwari,” kata Ketua DPR Papua Barat, Orgenes Wonggor.
Disebutkan, aksi pemalangan seperti itu sangat berdampak terhadap aktivitas perekonomian. “Tadi pagi saya lihat pedagang berjualan di emperan tokoh. Ini sangat prihatin dengan kondisi seperti ini yang terjadi di Manokwari,”ujarnya.
Origenes lalu meminta pemilik hak ulayat untuk mempertimbangkan aksi pemalangan di Area Pasar Wosi. “Harus dirincikan, mana yang sudah dibayar dan mana yang belum dibayar, supaya bisa disampaikan kepada pemerintah, tidak harus melakukan aksi pemalangan sebab sangat berdampak terhadap banyak orang, ” kesalnya.
Selaku putra Arfak, Ia berharap masyarakat di Manokwari terutama keluarga besar Suku Arfak untuk menghindari budaya palang – memalang. Pasalnya, banyak stigma negatif yang disematkan kepada Suku Arfak atas kebiasaan palang memalang di Kota Manokwari.
“Jangan sampai kebiasaan palang – memalang, indentik dengan kita orang Arfak. Penilaian orang dari luar, segala macam terhadap kita tidak bagus, oleh karena itu, saya harap kebiasaan palang memalang ini kita tinggalkan. Mari kita bangun kota Manokwari lebih baik lagi, “harapnya
“Kalau ada masalah atau persoalan dibijaki baik, cari solusi bersama pemerintah, tidak harus melakukan pemalangan,”tambahnya.
Ketua DPR Papua Barat ini menambahkan kebiasaan pemalangan ini sangat menggangu kemajuan pembangunan daerah, bahkan akan sangat menghambat pengusaha untuk menanamkan modal dan berinvestasi di Papua Barat khususnya di Manokwari.
“Kebiasaan palang begini akan menghambat investor masuk ke Manokwari untuk berinvestasi. Karena itu, saya harap mari kita tinggalkan kebiasaan seperti ini. Jika ada persoalan, bisa diselesaikan dengan mediasi tidak perlu palang,” pungkasnya. (Dhy)