Manokwari, doberainews – Tokoh Pemuda Kabupaten Manokwari Selatan menyangkan pernyataan miring bernada ujaran kebencian yang dilontarkan oleh salah satu aktivis perempuan, Yuliana Numberi yang juga sebagai Tokoh Gereja Advent di Manokwari Papua Barat.
Joni Saiba,SE., Tokoh Pemuda Kabupaten Manokwari Selatan menyangkan pernyataan yang dilontarkan secara vulgar oleh oknum aktivitas perempuan terhadap pribadi mantan Ketua MRPB Papua Barat, Maxsi Nelson Ahoren. Menurutnya, kritik dan saran terhadap jabatan publik merupakan hal yang lumrah dalam negara demokrasi, namun disayangkan jika kritik yang dilontarkan bernada ujaran kebencian dan provokatif.
“Saya pikir kritik dan saran yang dilontarkan oleh masyarakat itu hal yang lumrah dalam demokrasi. Sayangnya jika kritik itu bernada ujaran kebencian, menghasut orang untuk membenci pribadi orang, maka kita perlu pertanyakan,” kata Tokoh Pemuda Arfak Kabupaten Manokwari Selatan, Joni Saiba kepada Media ini, Rabu (5/7/2023).
Yang menjadi pertanyaan, tutur Joni, oknum aktivis perempuan tersebut menuduh Pak Maxsi menggunakan agama untuk mengejar nafsu birahi pribadi untuk kumpulkan harta. Ia juga menuduh Panitia Pemilihan Anggota MRPB dipengaruhi oleh (ex) Ketua MRPB Maxsi Ahoren untuk menghapus jatah kursi Gereja Advent, karena pak Maxsi serakah dan rakus,”ungkapnya.
Pernyataan seperti ini sangat tidak elok di publik. Kami pertanyakan profesionalitas dari aktivis perempuan yang bersangkutan. Apakah dia berpendidikan atau tidak. Seharusnya ia menjaga sikap saat berbicara di media massa,”tegasnya
Disisi lain, lanjut Joni dalam aturan tidak membatasi siapa saja untuk mencalonkan dan dicalonkan sebagai anggota MRPB sesuai syarat Perdasi Nomor 8 Tahun 2022. Bahkan tidak ada aturan yang melarang orang untuk masuk di lembaga agama yang ia kehendaki.
Pak Maxsi diusulkan dari lembaga agama GBI karena memang didukung oleh Gereja GBI sehingga tidak bisa disalahkan atau menjustifikasi lembaga agama atau hak orang,”tuturnya.
Selanjutnya, soal pembagian proporsi kursi, urai Joni, aturan dan mekanisme serta evaluasi proporsi pembagian kursi MRPB adalah kewenangan gubernur. Pak Maxsi sama sekali tidak mengintervensi gubernur untuk menghapus kursi Gereja Advent untuk digantikan dengan Gereja GPKAI. Karana itu, saya harap ibu paham mekanisme dan pembagian kuota agar tidak salah tafsir sekaligus menyerang pribadi pak Maxsi Ahoren,”tutur tokoh Pemuda GPKAI Kabupaten Manokwari Selatan ini.
Saya menduga, lanjut Joni yang bersangkutan (aktivis perempuan -red) mungkin terlalu sibuk jadi tidak baca aturan atau tidak paham mekanisme dan tahapan yang sedang berlangsung. Sejatinya, kursi Advent itu bukan diambil oleh GBI melainkan dihapuskan karena pembagian secara proporsional. Itupun bukan kesepakatan satu dua pihak, tapi karena aksi demo akbar yang digelar oleh Gereja GPKAI pertanyakan kuota mereka sehingga Pak Gubernur evaluasi dan memberikan kuota 2 Kursi kepada GPKAI,”Jelasnya.
Joni memaparkan mekanisme pembagian kursi MRPB menggunakan 2 metode pembagian proporsional yakni proporsional distrik (Wilayah) dan proporsional lembaga (Agama).
Untuk proporsional agama dihitung jumlah anggota Jemaat dari lembaga agama tersebut, kemudiaan dibagi proporsionalnya. Untuk jumlah anggota gereja yang banyak mendapat 3, 2 dan 1 kursi, sementara yang sedikit digabungkan seperti Pentakosta.
Jadi bukan permainan kongkalikong antara Pak Maxsi Ahoren (Ketua MRPB) dan Panpil seperti yang dituduhkan aktivis Perempuan, Yuliana Numberi. Silahkan yang bersangkutan (Aktivis Perempuan -red) konfirmasi dengan Pak Pj Gubernur terkait kuota Kursi Lembaga Agama Advent agar jangan asal memfitnah pribadi pak Ahoren tanpa dasar,”jelasnya.
Karena itu, kami berikan waktu kepada aktivis perempuan, Yuliana Numberi untuk mengklarifikasi penyataan di publik sebelum kami mengambil langkah hukum dan adat terhadap yang bersangkutan. Kami harap, sebagai aktivitas dan tokoh pejuang perempuan di Kabupaten Manokwari harus profesional dalam menyampaikan opini di di publik. Jika punya bukti silahkan buktikan, jangan asal menuduh.
Kami juga minta kepada media yang mempublikasi pernyataan ujaran kebencian ini agar membuat berita permohonan maaf, sebab berita opini seperti ini berpotensi memicu konflik antar masyarakat.
Kami harap PWI dan dewan pers untuk mengecek status wartawan seperti ini sebab jika membiarkan media menulis fulgar tanpa filter dapat memicu konflik dan saling serang antar warga.
Jika tidak kami akan mengambil langkah hukum dan adat atas tuduhan dan fitnah terhadap nama baik pak Maxsi Ahoren,”tegasnya.
Kami harap, kita jaga situasi Kamtibmas dengan membangun narasi dan opini publik yang baik, jangan sampai berita seperti ini membuat perpecahan dan saling serang diantara masyarakat,”harapnya.
Sebelumnya, dalam berita yang dimuat oleh salah satu media massa di Manokwari terbitan Rabu (5/7/2023), aktivis perempuan Yuliana Numberi yang juga sebagai tokoh Gereja Advent di Manokwari menyoroti ex Ketua MRPB Maxsi Ahoren. Yuliana menduga Ketua MRPB Maxsi Ahoren mengintervensi Panitia Pemilihan untuk memindahkan kuota Kursi Anggota MRPB dari Gereja Advent ke Gereja GBI. (Red/dn)