Manokwari, Doberainews – Zakarias Fenetiruma resmi mendaftar di KPU Provinsi Papua Barat sebagai bakal Calon Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Daerah Pemilihan (DAPIL) Papua Barat.
Zakarias merupakan putra ke tujuh dari pasangan Markus Fenetiruma dan Yuliana Simunapendi. Pria berdarah Kaimana Serui Waropen ini mengungkap alasannya masuk bursa calon senator Papua Barat karena ia melihat banyak kelemahan regulasi yang belum memproteksi hak – hak masyarakat adat di Provinsi Papua Barat.
Ia menjelaskan DPD RI memiliki kewenangan sebagai penghubung daerah dengan pemerintah pusat terutama urusannya dalam pengajuan RUU di daerah, memberikan pendapat terhadap rancangan UU tertentu serta ikut membahas bersama DPR dan Pemerintah terhadap penyusunan Rencana suatu undang – undang.
Atas kewenangan tersebut, ia berkomitmen akan berupaya mendorong sebuah produk regulasi khusus terkait hutan adat guna mengkover berbagai hak – hak orang asli Papua yang sampai saat ini belum dilindungi dengan baik.
“Basis mata pencaharian orang Papua itu adalah hutan dan tanahnya. Karana itu, harus ada undang – undang yang spesifik mengkover hutan adat agar masyarakat Papua tidak tergerus dari sumber mata pencahariannya walaupun ditengah gempuran pemekaran dan investasi di daerah,”kata Zakarias.
Mantan ketua KPU Kabupaten Kaimana Periode 2009 – 2014 ini menjelaskan regulasi tersebut akan mengkover hutan dan SDA yang terkandung didalamnya sehingga melindungi sumber – sumber mata pencaharian masyarakat. Pasalnya, banyak opini masyarakat luar yang beranggapan bahwa Tanah Papua banyak lahan kosong yang bisa diambil alih untuk kepentingan investasi tanpa memperhatikan kelangsungan hidup masyarakat.
“Selama ini orang luar berfikir, Tanah Papua sangat luas dan jumlah penduduk yang sedikit sehingga mereka berfikir area yang tidak digarap adalah tanah kosong, sehingga dengan mudah mereka menguasainya, padahal tanah dan hutan tersebut secara adat telah bertuan. Maka harus ada suatu regulasi khusus yang dapat memproteksi hutan adat dengan meregistrasi semua hutan adat berdasarkan marga dan suku sehingga jika ada investor yang masuk mengelola hutan tersebut, ada regulasi yang juga menjamin hak masyarakat adat,”kata Fenetiruma.
Regulasi kedua, kata dia ialah mendorong sebuah payung hukum yang secara spesifik mengatur tentang tata pemerintahan khusus di Tanah Papua sebagai pengejawantahan dari UU Otsus sehingga UU umum (general) harus menyesuaikan dengan UU khusus di daerah.
“Selama ini banyak kelemahan dari UU Otonomi Khusus Nomor 21 Tahun 2001 atau perubahannya nomor 2 Tahun 2021. UU umum (general) dengan muda menubruk UU khusus di Tanah Papua, karena belum ada UU yang secara spesifik mengatur pemerintahan khusus di Papua. Ketika terpilih, bagian ini akan menjadi perhatian serius untuk dibahas bersama DPR RI,”kata dia.
Dengan begitu, lanjut dia dapat mengkover berbagai permasalahan di Tanah Papua termasuk menjawab persoalan perlindungan, keberpihakan dan pemberdayaan kepada orang asli Papua baik di sektor pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi termasuk hak politik dan pemerintahan.
Ketika adanya UU Pemerintahan Khusus sama seperti Provinsi Aceh, Jogja dan DKI maka masyarakat Papua tak perlu kuatir dengan ancaman marjinalisasi akibat dampak dari pemekaran sebab pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur masalah kependudukan dan masalah tenaga kerja di daerah,”tandasnya.
Terkahir pria kelahiran Kaimana 1970 ini memaparkan pesan slogan yang menjadi spirit untuk mendorongnya maju sebagai calon DPD RI.
Slogan saya “sentuh dengan hati karena rasa. Kita tidak akan menitipkan hati kita kepada orang lain lagi, karena orang Papua yang tahu dia pu rasa, orang lain tidak tahu dia pu rasa,”tandasnya.